![]() |
Ketua DPW MOI Provinsi NTT Herry FF Battileo Tolak Diskriminasi terhadap Media Independen, Kamis (28/8). |
INDONESIA PEMBAHARUAN, KOTA KUPANG - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Media Online Indonesia (MOI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Herry FF Battileo, S.H., M.H., menyampaikan pernyataan tegas menolak segala bentuk diskriminasi terhadap media independen yang sah secara hukum namun tidak menjadi konstituen Dewan Pers.
Dalam keterangannya, Herry menekankan bahwa mekanisme verifikasi oleh Dewan Pers bukanlah tolok ukur profesionalisme ataupun legalitas sebuah media. Menurutnya, sikap yang merendahkan atau bahkan mendiskreditkan media hanya karena tidak tergabung dalam Dewan Pers berpotensi menghambat kemerdekaan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
"UU Pers jelas mengatur bahwa kemerdekaan pers adalah hak asasi, dan keberadaan sebuah media harus dilihat dari legalitas berdasarkan hukum, bukan dari apakah mereka terverifikasi di website Dewan Pers atau tidak," ujar Herry yang juga menjabat sebagai Ketua Serikat Perusahaan Pers (SPS) NTT (Organisasi Konstituen Dewan Pers)
Mengacu pada Pasal 2 dan Pasal 4 ayat (1) UU Pers, Herry menekankan bahwa kebebasan pers adalah bagian dari kedaulatan rakyat yang berlandaskan demokrasi dan supremasi hukum. Oleh karena itu, media yang memilih jalur independen tetap memiliki hak penuh untuk menjalankan fungsi jurnalistiknya secara profesional.
"Banyak media independen yang tetap menjaga integritas jurnalistik, menjunjung tinggi kode etik, serta melakukan riset secara mendalam, meski tidak berada di bawah naungan Dewan Pers," tambah Herry, yang juga dikenal sebagai tokoh pers nasional di Indonesian Journalist Watch (IJW).
Herry juga mengingatkan bahwa ia tidak segan untuk menempuh jalur hukum terhadap siapa pun yang mencoba melecehkan atau membatasi ruang gerak media sah di NTT.
“Diskriminasi semacam itu bukan hanya merugikan media independen, tetapi juga membatasi pluralisme dan keberagaman informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dewan Pers tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk menutup ruang bagi media lain yang sah secara hukum,” tegasnya.
Sebagai penutup, Herry mengajak semua pihak, termasuk lembaga negara, organisasi profesi, serta pelaku media, untuk fokus memperkuat kualitas jurnalisme melalui peningkatan kapasitas dan etika, bukan dengan menutup akses atau membatasi media berdasarkan status keanggotaan dalam suatu organisasi.
(Novie)