Didampingi Pengacara Andre Lado, Guru Cantik Asal Rote-Ndao Laporkan Suami ASN Terkait Penelantaran

Imelda Christina Bessie (42) saat didampingi kuasa hukumnya Advokat Andre Lado, S.H., Sabtu (30/8).

INDONESIA PEMBAHARUAN, KOTA KUPANG - Imelda Christina Bessie (42), seorang guru dan aktivis gereja asal Desa Oelunggu, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, resmi melaporkan suaminya berinisial SLM (44) ke Polda NTT, Jumat (30/8). Laporan itu berkaitan dengan dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) secara psikis dan verbal serta penelantaran terhadap istri dan anak.


SLM diketahui merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang baru diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan bertugas sebagai staf umum di Kantor Bupati Rote Ndao.


Imelda tiba di Mapolda NTT didampingi tim kuasa hukum yang terdiri dari Yafet Alfonsus Mau, S.H., Anderias Lado, S.H., dan Ronald Riwu Kana, S.H., Laporan polisi tersebut tercatat dalam Nomor: LP/B/190/VIII/2025/SPKT/POLDA NTT.


"Sejak tahun 2018, suami saya tidak pernah lagi memberikan nafkah. Semua kebutuhan rumah tangga, anak-anak, saya tanggung sendiri," kata Imelda kepada wartawan, Sabtu (30/8).


Imelda mengungkapkan puncak konflik terjadi pasca kecelakaan yang menimpa anak sulung mereka pada 14 Juli 2024. Sang anak, yang kala itu berusia 6 tahun, ditabrak mobil pick up yang dikendarai Dedi Ndolu. Parahnya, menurut Imelda, sang suami justru membantu pelaku kecelakaan tersebut mengeluarkan mobil barang bukti dari Polres Rote Ndao secara diam-diam.


Tak hanya itu, SLM juga disebut melakukan kesepakatan damai dengan pelaku kecelakaan dan menerima uang sebesar Rp5 juta, tanpa sepengetahuan istrinya yang melaporkan kasus itu secara resmi. Ia bahkan hadir di pengadilan sebagai saksi yang meringankan pelaku.


"Di saat anak kami sedang berjuang untuk hidup di RSUP dr. Ben Mboi Kupang, dia justru bela pelaku dan mencabut laporan secara sepihak. Ini bentuk pengkhianatan yang luar biasa," tegas Imelda.


Pengacara Imelda, Andre Lado, menyebut laporan ini sementara masih mengacu pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT. Dalam aturan tersebut, pelaku penelantaran rumah tangga bisa dijerat pidana maksimal 3 tahun atau denda hingga Rp15 juta.


"Ini langkah awal untuk memastikan korban mendapat perlindungan hukum yang layak. Kita sudah siapkan semua dokumen pendukung," kata Andre.


Saat ini, kasus tersebut ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda NTT. Imelda telah diperiksa selama lebih dari empat jam untuk mendalami seluruh bukti dan kronologi kejadian.

(Novie)