INDONESIA PEMBAHARUAN, KOTA KUPANG - Dalam menghadapi maraknya risiko kejahatan digital yang menyasar sistem pembayaran, Bank Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Timur (BI NTT) memperkuat kerja sama strategis dengan Pengadilan Tinggi Kupang. Melalui talkshow bertajuk “Penguatan Penegakan Hukum terhadap Kejahatan Digital dalam Sistem Pembayaran”, kedua lembaga menegaskan pentingnya sinergi antara regulator, penegak hukum, dan industri guna menciptakan ekosistem pembayaran yang aman dan terpercaya.
Kegiatan yang berlangsung di Auditorium BI NTT ini turut dihadiri oleh aparat penegak hukum, regulator, serta pelaku industri jasa keuangan. Kepala Perwakilan BI NTT, Agus Sistyo Widjajati, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah yang solid perlu ditopang oleh sistem pembayaran yang andal dan aman dari ancaman kejahatan digital.
“Pertumbuhan ekonomi NTT pada Triwulan II 2025 mencapai 5,44%, melampaui rata-rata nasional sebesar 5,12%. Ini pencapaian yang harus kita jaga. Sistem pembayaran yang efisien, inklusif, dan aman menjadi kunci menjaga momentum ini,” tegas Agus dalam sambutannya.
Senada dengan Agus, Ketua Pengadilan Tinggi Kupang, Dr. Pontas Efendi, S.H., M.H., menyampaikan pentingnya aparat hukum memahami perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran. Ia menekankan bahwa kolaborasi lintas institusi merupakan pondasi dalam memastikan kepastian hukum dan perlindungan konsumen, terutama terhadap potensi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pendanaan terorisme (TPPT).
Gubernur NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, yang turut membuka acara, menyambut baik inisiatif ini. Ia menekankan bahwa keberlanjutan pembangunan daerah sangat bergantung pada ekosistem keuangan yang kuat dan berintegritas. “Kita perlu sistem pembayaran yang lancar dan terpercaya agar investor tertarik dan UMKM lokal bisa berkembang,” ujarnya.
Talkshow menghadirkan sejumlah pakar, di antaranya Anton Daryono (Kepala Departemen Surveilans Sistem Pembayaran dan Pelindungan Konsumen BI), Safari Kasiyanto (Kepala Grup Departemen Hukum BI), serta Syahril Ramadhan (Direktur Pengawasan dan Kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan PPATK).
Safari menyoroti peran penting Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 (UU P2SK) dalam memperkuat kerangka hukum sektor keuangan, termasuk sistem pembayaran. Ia juga menekankan sinergi antar-lembaga melalui Satgas Judol dan Satgas PASTI dalam pengawasan dan penindakan.
Anton menambahkan, digitalisasi sistem pembayaran membuka peluang besar bagi efisiensi ekonomi, namun di saat yang sama menghadirkan risiko yang harus dikelola secara bersama. “Masyarakat, regulator, dan industri harus terus waspada terhadap modus kejahatan digital yang terus berkembang,” ujarnya.
Sementara itu, Syahril dari PPATK menjelaskan bahwa transaksi digital, meski kompleks, menyisakan jejak digital (digital footprint) yang sangat berguna dalam proses penegakan hukum. Ia menekankan pentingnya kolaborasi data dan analisis antara lembaga keuangan dan aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus TPPU maupun TPPT.
Melalui kegiatan ini, BI NTT berharap sinergi yang telah terbangun dapat terus diperkuat, guna menciptakan sistem pembayaran yang mampu mendukung pertumbuhan ekonomi NTT secara inklusif, aman, dan berkelanjutan.
(Novie)